MAKALAH
KESEHATAN
MENTAL
“PENGARUH MENONTON
TAYANGAN KEKERASAN TERHADAP PERILAKU AGRESI ANAK”
Oleh:
Nama: D.
Puspa Pane
NPM:
11513976
Kelas: 2PA08
UNIVERSITAS
GUNADARMA DEPOK
2015
BAB
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Televisi
mampu memberikan kesan aktual dan realis dalam menyajikan informasi dan dengan
teknologi televisi dapat mengcover khalayak dengan jangkuan tak terbatas secara
cepat. Televisi tentu sangat berpengaruh terhadap kehidupan kita. Pengaruh
positif televisi terhadap kehidupan kita, yaitu memudahkan kita untuk mengakses
berbagai informasi yang kita butuhkan dengan cepat. Pengaruh negatif itu
dikemas dengan tayangan menarik. Misalnya, tayangan berbagai sinetron dengan
menampilkan imajinasi yang membantu tokoh utama untuk “mengalahkan” lawannya,
yang biasanya diperuntukkan untuk anak-anak. Tentu saja pihak pengelola
televisi berharap, ada bimbingan orang tua kepada anak terhadap tayangan ini.
Tapi biasanya ini jarang terjadi karena orangtua di Indonesia justru membiarkan
anaknya sendiri menonton televisi agar tidak mengganggu kegiatannya. Dapat
dibayangkan, imajinasi anak akan berkembang seperti dalam sinetron itu dan hal
itu jelas-jelas bertentangan dengan realitas. Ditambah lagi maraknya penayangan
infotainment, anak dapat dengan mudah mengetahui masalah orang dewasa.
Misalnya, percintaan, perselingkuhan, perceraian, dan lain-lain yang membuat
cara berpikir anak seolah jauh di atas usia mereka yang sebenarnya. Namun tanpa
konsep berpikir yang benar dan tanpa melalui tahapan proses berpikir yang
berjenjang.
Pengaruh
negatif televisi lewat sikap hidup konsumtif
mencengkeram ABG (anak baru gede), yang harus senantiasa mengikuti mode. Tentu
saja ini semua menuntut biaya yang tinggi. Sampai-sampai beberapa ABG (anak
baru gede), yang memaksa diri hidup
dengan standar sedemikian tinggi, menghalalkan segala cara untuk mewujudkan
keinginannya.
Harus
diakui anak-anak kadang susah sekali diminta untuk tidak menonton tayangan
kekerasan ditelevisi terutama yang fiktif, bahkan
merka cenderung menirunya. Namun masalahnya, apakah sanggup para orang
tua mendampingi putra-putrinya nonton televisi. Kini si kecil dimungkinkan
nonton televisi setiap saat dengan berbagai acara termasuk film adegan
kekerasan, Sementara para orang tua sibuk dengan tugas pekerjaan
sehari-harinya. Oleh karena itu benteng yang paling kuat adalah bagaimana
menciptakan keluarga yang harmonis. Komunikasi orang tua dan anak dituntut
lancar dan berkualitas.
Nilai,
norma, dan ajaran agama dijadikan landasan hidup dalam keluarga. Kondisi
seperti ini akan menjadi benteng yang kokoh bagi anak dalam menyaring gencarnya
tayangan. Gencarnya tayangan televisi yang dapat dikonsumsi
oleh anak-anak membuat khawatir masyarakat terutama para orang tua. Karena
manusia adalah mahluk peniru dan imitatif.
Perilaku imitatif ini sangat menonjol
pada anak-anak dan remaja.
Kekhawatiran
orang tua juga disebabkan oleh kemampuan berpikir anak masih relatif sederhana.
Mereka cenderung menganggap apa yang ditampilkan televisi sesuai dengan yang
sebenarnya. Mereka masih sulit membedakan mana tayangan yang fiktif dan mana
yang memang kisah nyata. Mereka juga masih sulit memilah-milah perilaku yang
baik sesuai dengan nilai dan norma agama dan kepribadian bangsa. Adegan
kekerasan, kejahatan, konsumtif,
termasuk perilaku seksual di layar televisi diduga kuat berpengaruh terhadap
pembentukan perilaku rakyat. Kondisi seperti ini sangatlah wajar, karena kini
anak-anak mereka bisa menyaksikan acara televisi setiap saat.
Tindak
kekerasan dan perilaku negatif lainnya yang kini cenderung meningkat pada anak
langsung menuding televisi sebagai biang keroknya. Tidak sedikit para orang
tua memprotes terhadap tayangan televisi
yang dirasakan kurang pas. Sementara itu para orang tua terus sibuk dengan
pekerjaannya masing-masing. Faktor keharmonisan keluarga bisa menangkal
pengaruh negatif televisi. Di sini jelas perlu adanya keseimbangan antara
keluarga (orang tua) dan pihak stasiun televisi. Keluarga dituntut untuk
menciptakan keharmonisan keluarga. Menjaga komunikasi dan menanamkan nilai
serta norma agama pada anak. Begitupun para pengelola stasiun televisi
hendaknya mempunyai tanggungjawab moral terhadap acara-acara yang
ditayangkannya. Mereka hendaknya tidak sekedar mencari keuntungan terhadap
acara yang ditayangkannya. Stasiun televisi merupakan bagian integral dari
sistem pendidikan nasional. Mereka mempunyai tanggung-jawab untuk menjaga dan
sekaligus meningkatkan nilai dan norma-norma yang ada di masyarakat, termasuk
mendidik anak-anak.
Kekerasan
memang sulit dipisahkan dari industri hiburan. Sama sulitnya jika harus mencari
siapa yang harus disalahkan terhadap masuknya tayangan kekerasan dalam industri
hiburan. Kita akan terjebak dalam lingkaran setan antara produser, pengelola
TV, sutradara, pengiklan, maupun penonton sendiri. Sementara menangkap setannya
lebih sulit, tindakan yang bisa kita lakukan adalah meminimalkan pengaruh
tersebut, khususnya terhadap anak-anak. Kuncinya, mulai dari lingkungan
keluarga.
BAB
2
PEMBAHASAN
A. Fungsi Televisi Sebagai Media Massa
Televisi merupakan media yang
mendominasi komunikasi massa, karena sifatnya yang dapat memenuhi kebutuhan dan
keinginan khalayak. Televisi mempunyai kelebihan dari media massa lainnya,
yaitu bersifat audio visual (didengar dan dilihat), dapat menggambarkan
kenyataan dan langsung dapat menyajikan peristiwa yang sering terjadi ke setiap
rumah para pemirsa dimanapun mereka berada.
Dengan ini dapat dikatakan bahwa
televisi sebagai media massa dapat berfungsi sangat efektif, karena selain
dapat menjangkau ruang yang sangat luas juga dapat mencapai massa atau pemirsa
yang sangat banyak dalam waktu yang relatif singkat. Jadi suatu pesan yang
ditayangkan di televisi selalu bisa di tonton oleh khalayak tertentu.
B. Pengertian Berita Kriminal
Berita kriminal adalah berita yang
termasuk ke dalam berita kejahatan adalah pembunuhan, penipuan, pemerkosaan,
pencopetan, pencurian, perampokan, narkoba, tawuran, penganiayaan dan
sebagainya yang melanggar hukum. Di mana
dan kapan saja, berita kriminal mampu menarik perhatian khalayak untuk mencari tahu apa yang terjadi
di sekitar mereka. Secara harafiah kriminologi berasal dari kata ”crime” yang
berarti kejahatan atau penjahat dan ”logos” yang berarti ilmu pengetahuan.
Apabila dilihat dari kata-kata tersebut. Kriminologi adalah pengetahuan
kejahatan. Suatu informasi yang menyajikan suatu berita kriminal yang membahas
suatu kejahatan dan kekerasan di dalam lingkup hukum yang ada di Indonesia,
dalam pembuatan atau pencarian data yaitu data yang di tempat kejadian perkara
dan mempunyai fakta dan aktual yang bersinggungan dengan badan hukum, seperti
hanya berita pencurian sepeda motor, pencurian di rumah kosong, perampasan,
pembunuhan, kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, itu semua sebagian
dari tayangan berita kriminal yang dikemas oleh suatu berita yang menayangkan
berita kriminal.
Berita kriminal adalah uraian
tentang peristiwa atau fakta atau pendapat yang mengandung nilai berita tentang
kejahatan yang ditayangkan di televisi. Berita kriminal sebagai acara yang
menayangkan informasi hanya berkisar mengenai kejadian kriminal atau kejahatan,
kecelakaan, kebakaran dan atau orang hilang. Tayangan ini dapat dikemas dalam
format berita (news) ataupun laporan mendalam (indepth report) yang mengupas
suatu kasus lama atau baru yang belum. Sudah terungkap, dan terkadang disertai
tips-tips untuk mengantisipasi setiap modus kejahatan.
Salah satunya berita yang pasti akan
mendapatkan tempat bagi pemirsa atau penonton adalah berita mengenai bencana
(disaster) dan kriminal (crimes). Dua topik ini menjadi sangat penting karena
menyangkut tentang keselamatan manusia. Dalam pendekatan psikologi, keselamatan
adalah menempati urutan kedua bagi kebutuhan dasar manusia (basic needs),
sehingga tak heran apabila berita tersebut memiliki daya rangsang tinggi bagi
pemirsanya. Adapun televisi tidak dapat menyiarkan dengan seenaknya terhadap
korban-korban manusia yang tampak sadis. Etika itu dimaksudkan agar pemirsa
tidak memiliki rasa takut atau trauma yang amat besar.
Berita kriminal pada umumnya
dikategorikan menjadi 3 bagian, yaitu hard
news (berita berat), soft news (berita ringan), dan investigative reports (laporan
penyelidikan) :
1. Hard news
(berita berat) sendiri memiliki arti berita tentang peristiwa yang dianggap
penting bagi masyarakat baik sebagai individu, kelompok maupun organisasi.
Misalnya tentang mulai diberlakukannya suatu kebijakan baru pemerintah. Contoh
berita kriminal dan kekerasan yang dikemas sebagai hard news adalah program
Seputar Indonesia (RCTI), Liputan Enam (SCTV), Reportase (Trans Tv) dll.
2. Soft news
(berita ringan) sering kali juga disebut dengan features yaitu berita yang
tidak terikat dengan aktualitas namun memiliki daya tarik bagi pemirsanya.
Seringkali lebih menitikberatkan pada hal – hal yang dapat menakjubkan atau
mengherankan pemirsa. Berita kriminal dan kekerasan yang dikemas dalam bentuk
soft news dapat kita temui dalam program
Jelang Siang (TransTV), Kejamnya Dunia (TransTV) dan lainnya.
3. Investigative
Reports (laporan penyelidikan) adalah jenis berita yang eksklusif. Datanya
tidak dapat diperoleh dipermukaan, tetapi harus dilakukan berdasarkan
penyelidikan. Beberapa program berita yang menyajikan laporan penyelidikan
kriminal dan kekerasan adalah antara lain Patroli. Sidik, Sergap, dan Buser.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa berita kriminal sebagai program
berita yang menayangkan berita - berita berbau kriminalitas, kekerasan atau
perbuatan yang melanggar hukum dan mampu menarik perhatian khalayak untuk
mencari tahu apa yang terjadi.
C. Pengertian Agresi
Istilah agresi seringkali di sama artikan dengan
agresif. Agresif adalah merupakan kata sifat dari agresif. Istilah agresif
seringkali digunakan secara luas untuk menerangkan sejumlah besar tingkah laku
yang memiliki dasar motivasional yang berbeda-beda dan sama sekali tidak
mempresentasikan agresif atau tidak dapat disebut agresif dalam pengertian yang
sesungguhnya. Dengan penggunaan istilah agresif yang simpang siur atau tidak
konsisten, penguraian tingkah laku khususnya tingkah laku yang termasuk ke
dalam kategori agresif menjadi kabur, dan karenanya menjadi sulit untuk
memahami apa dan bagaimana sesungguhnya yang disebut tingkah laku agresif atau
agresi itu (Koeswara,1988).
Agresif menurut Baron (dalam Koeswara,1998) adalah
tingkah laku yang dijalankan oleh individu dengan tujuan melukai atau
mencelakakan individu lain. Myers (dalam Adriani,1985) mengatakan tingkah laku
agresif adalah tingkah laku fisik atau verbal untuk melukai orang lain. Menurut
Dollar dan Miler (dalam Sarwono, 1988) Agresi merupakan pelampiasan dari
perasaan frustasi. Menurut Berkowitz (1987), agresi merupakan suatu bentuk perilaku
yang mempunyai niat tertentu untuk melukai secara fisik atau psikologis pada
diri orang lain. Murray (dalam Hall dan Lindzey,1981) mengatakan bahwa agresi
adalah suatu cara untuk mengatasi perlawanan dengan kuat atau menghukum orang
lain.
Menurut Aronson (dalam Koeswara,1988) agresi adalah
tingkah laku yang dijalankan oleh individu dengan maksud melukai atau mencelakakan
individu lain dengan atau tanpa tujuan tertentu. Murray dan Fine (dalam
Sarwono, 1988) mendefinisikan agresi sebagai tingkah laku kekerasan secara
fisik ataupun secara verbal terhadap induvidu lain atau terhadap objek- objek.
Menurut Atkinson dkk (1981) agresi adalah tingkah
laku yang diharapkan untuk merugikan orang lain, perilaku yang dimaksud untuk melukai
orang lain (baik secara fisik atau verbal) atau merusak harta benda.
Berbagai perumusan agresi yang telah dikemukakan di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa tingkah laku agresi merupakan tingkah laku
pelampiasan dari perasaan frustasi untuk mengatasi perlawanan dengan kuat atau
menghukum orang lain, yang ditujukan untuk melukai pihak lain secara fisik
maupun psikologis pada orang lain yang dapat dilakukan secara fisik maupun
verbal.
Faktor-Faktor
Penyebab Perilaku Agresi
Menurut Davidoff (dalam Mu’tadin, 2002) terdapat
beberapa faktor yang dapat menyebabkan perilaku agresi, yakni :
a.
Faktor Biologis
Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi
perilaku agresi, yaitu faktor gen, faktor sistem otak dan faktor kimia
berdarah. Berikut ini uraian singkat dari faktor-faktor tersebut :
1)
Gen berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur penelitian
yang dilakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling
mudah amarahnya, faktor keturunan tampaknya membuat hewan jantan mudah marah
dibandingkan dengan betinanya.
2)
Sistem otak yang terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau
mengendalikan agresi.
3)
Kimia darah. Kimia darah khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor
keturunan mempengaruhi prilaku agresi.
b.
Faktor Belajar Sosial
Dengan menyaksikan perkelahian dan pembunuhan
meskipun sedikit pasti akan menimbulkan rangsangan dan memungkinkan untuk
meniru model kekerasan tersebut.
c.
Faktor lingkungan
Perilaku agresi disebabkan oleh beberapa faktor. Berikut
uraian singkat mengenai faktor-faktor tersebut :
1)
Kemiskinan
Bila
seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilakuagresi mereka
secara alami mengalami peningkatan.
2)
Anonimitas
Kota
besar seperti Jakarta, bandung, surabaya, dan kota besar lainnya menyajikan
berbagai suara, cahaya, dan bermacam informasi yang sangat luar biasa besarnya.
Orang secara otomatis cenderung berusaha untuk beradaptasi dengan melakukan
penyesuaian diri terhadap rangangan yang berlebihan tersebut. Terlalu banyak
rangsangan indera kongnitif membuat dunia menjadi sangat impersonal, artinya
antara satu orang dengan orang lain tidak lagi saling mengenal atau mengetahui
secara baik. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak
mempunyai identitas diri). Bila seseorang merasa anonim, ia cenderung
berprilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak lagi terikat dengan norma
masyarakat dan kurang bersimpati pada orang lain.
3)
Suhu udara yang panas dan kesesakan suhu suatu lingkungan yang tinggi memiliki
dampak terhadap tingkah laku sosial berupa peningkatan agresivitas.
d.
Faktor Amarah
Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri
aktivitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang
sangat kuat yang biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin myata-nyata
atau salah atau juga tidak.
TEORI-TEORI
TENTANG AGRESI
Sama halnya dengan pembicaraan dalam bab-bab
terdahulu, teori tentang agresi juga terbagi dalam beberapa kelompok, yaitu
kelompok teori bawaan atau bakat, teori Environmentalis atau teori lingkungan,
dan teori kognitif.
Teori
Bawaan
Teori
bakat atau bawaan terdiri atas teori Psikoanalisis dan teori biologi.
1). Teori Naluri
Freud dalam teori psikoanalis klasiknya mengemukakan
bahwa agresi adalah satu dari dua naluri dasar manusia. Naluri agresi atau tanatos
ini merupakan pasangan dari naluri seksual atau eros. Jika naluri
seks berfungsi untuk melanjutkan keturunan, naluri agresi berfungsi
mempertahankan jenis. Kedua naluri tersebut berada dalam alam ketidaksadaran,
khususnya pada bagian dari kepribadian yang disebut Id yang pada
prinsipnya selalu ingin agar kemampuannya dituruti 9prinsip kesenangan atau pleasure
pinciple). Akan tetapi, sudah barang tentu tidak semua keinginan Id dapat
dipenuhi. Kendalinya terletak pada bagian lain dari kepribadian yang dinamakan super-ego
yang mewakili norma-norma yang ada dalam masyarakat dan ego yang
berhadapan dengan kenyataan. Karena dinamika kepribadian seperti itulah,
sebagian besar naluri agresi manusia diredam (repressed dalam alam
ketidaksadaran dan tidak muncul sebagai perilaku yang nyata. Akan tetapi, bahwa
agresivitas merupakn ciri bawaan manusia terbukti dalam berbagai mitologi. Bahkan
kisah-kisah kitab suci pun (perjanjian lama) penuh dengan cerita bernada
agresif (kain membunuh Abel, Sodom dan Gomorah, Nabi Ibrahim yang memotong
leher nabi Ismail, kisah banjir besar yang menenggelamkan seluruh umat kecuali
yang ikut di kapal nabi Nuh, dan sebagainnya).
Teori naruli lainnya adalah antara lain dikemukakan
oleh K.Lorenz (1976). Dari pengamatannya terhadap berbagai jenis hewan, Lorenz
menyimpulkan bahwa agresi merupakan bagian dari naluri hewan yang diperlukan
untuk survival (bertahan) dalam proses evolusi. Agresi yang bersifat survival
ini, menuru Lorenz, bersifat adaptif (menyesuaikan diri terhadap lingkungan0,
bukan destruktif (merusak lingkungan).
2). Teori Biologi
Teori biologi mencoba menjelaskan prilaku agresif,
baik dari proses faal maupun teori genetika (ilmu keturunan). Yang mengajukan
proses faal antara lain adalah Moyer (1976) yang berpendapat bahwa perilaku
agresif ditentukan oleh proses tertentu yang terjadi di otak dan susunan syaraf
pusat. Demikian pula hormon laki-laki (testoteron) dipercaya sebagai pembawa
sifat agresif. Menurut tim American Psychological Association (1993),
kenakalan remaja lebih banyak terdapat pada remaja pria, karena jumlah testosteron
menurutn sejak usia 25 tahun. Penelitian terhadap narapidana yang melakukan
tindak kekerasan mengungkapkan jumlah hormon testosteron yang lebih
besar daripada narapidana yang tidak melakukan kekerasan (Dabbs,1992; Dabbs
dkk, 1995). Juga di antara remaja dan dewasa yang nakal, terlibat kejahatan,
peminum, dan penyalahguna obat ditemukan produksi testosteron yang lebih besar
daripada remaja dan dewasa biasa (Archer,1991; Dabbs & Morris,1990;
Olweus,dkk,1988).Reilly dkk. (1992) mendapatkan bahwa laki-laki lebih toleran
terhadap pelecehan seksual daripada wanita karena pada laki-laki terdapat lebih
banyak hormon testosteron .
Teori
Lingkungan
Inti
dari teori ini adalah bahwa perilaku agresi merupakan reaksi terhadap peristiwa
atau stimulasi yang terjadi di lingkungan.
1). Teori Frustasi-Agresi Klasik
Teori
yang dikemukakan oleh Dollard dkk. (1939) dan Miller (1941) ini intinya
berpendapat bahwa agresi dipicu oleh frustasi. Frustasi itu sendiri artinya
adalah hambatan terhadap
pencapaian
suatu tujuan. Dengan demikian, agresi merupakan pelampiasan dan perasaan
frustasi.
2). Teori Frustasi – Agresi Baru
Dalam
perkembangannya kemudian terjadi beberapa modifikasi terhadap teori Frustasi –
Agresi yang klasik. Salah satu modifikasi adalah dari Burnstein & Worchel (1962)
yang membedakan antara frustasi dengan iritasi. Jika suatu hambatan terhadap
pencapaian tujuan dapat dimengerti alasannya, yang terjadi adalah iritasi
(gelisah, sebal), bukan frustasi (kecewa, putus asa).
3). Teori belajar Sosial
Teori
lain tentang agresi dalam lingkungan adalah teori belajar sosial. Berbeda dari
teori bawaan dan teori frustasi-agresi yang menekankan faktor-faktor dorongan
dari dalam, teori belajar sosial lebih memperhatikan faktor tarikan dari luar.
Petterson, Littman & Bricker (1967) menemukan bahwa pada anak-anak kecil,
agresivitas yang membuahkan hasil yang berupa peningkatan frekuensi perilaku
agresif itu sendiri. Rubin (1986) mengemukakan bahwa aksi terorisme yang tidak
mendapat tanggapan dari media massa tidak akan berlanjut. Jadi, ganjaran yang
diperoleh dari perilaku agresi tersebut.
D.
Analisa
Televisi adalah juga pemicu agresi yang sangat
penting. Televisi sudah menciptakan budaya dunia. Di kota-kota besar, rata-rata
orang punya televisi. Bahkan, di Jakarta penghuni pemukiman liar di kolong jembatan
mempunyai televisi. Di pedesaan, orang dapat menonton televise milik Pak Lurah
atau dib alai desa. Di Amerika Serikat televise menyala 7 jam sehari dan
rata-rata orang menonton televise selama 4 jam sehari. Anak-anak dan wanita
lebih banyak menonton televisi daripada orang dewasa dan pria. Di Indonesia,
pembantu lebih sering menonton televisi (telenovela dari pada majikan, padahal
2, 3 acara televise mengandung kekerasan dampaknya adalah penipuan dan
peningkatan agresivitas. Bahkan, pengamatan sehari-hari terhadap perilaku
anak-anak setelah menonton televise dengan tema kekerasan (misalnya: power
rangers) langsung akan membuktikan betapa film-film seperti itu segera ditiru
oleh anak-anak.
Contoh
Kasus:
Kasus
anak bunuh diri akibat tayangan Tv
Minggu, 15 April 2012 | 10:00
Tayangan
TV saat ini didominasi adegan kekerasan yang ditiru oleh anak.
Stres berat yang dialami anak-anak akibat berbagai
masalah yang dihadapinya, baik masalah keluarga, pendidikan maupun lingkungan membuat
mereka terpicu untuk melakukan percobaan bunuh diri. Anak-anak melakukan
tindakan nekat ini, kata Arist Merdeka Sirait, Ketua Komisi Nasional
Perlindungan Anak (Komnas PA), kebanyakan "terilhami" dari tayangan
televisi yang banyak mempertontonkan adegan kekerasan.
Adegan yang tak pantas dilihat anak-anak itu, sangat
banyak ditemui di berbagai sinetron, berita atau tayangan rekonstruksi (reka
ulang) sebuah kasus pembunuhan. Banyak orangtua yang datang ke Komnas PA dengan
kasus anaknya berupaya bunuh diri mengatakan, anak-anaknya sering nonton
berbagai tayangan kekerasan di TV tanpa pengawasan atau bimbingan orangtua.
Inilah yang membuat mereka meniru adegan tersebut saat menghadapi masalah,
jelasnya kepada Beritasatu.com.
Arist mencontohkan, ada balita yang meninggal di
kamar ibunya setelah menyayat pergelangan tangannya dengan benda tajam. Itu
dilakukan karena keinginannya tak dipenuhi oleh orangtuanya. Kami kaget sekali,
kok anak sekecil itu sudah punya pikiran sejauh itu, ungkapnya. Namun setelah menanyakan kepada
para orangtua korban yang menjalani konseling di Komnas PA tentang kebiasaan
hidup anaknya sehari-hari, ternyata sebagian besar dari mereka sering menonton
tayangan kekerasan di televisi lewat sinetron, berita atau rekonstruksi (reka ulang)
kasus pembunuhan.
Banyak sinetron yang memuat adegan bunuh diri saat
menghadapi sebuah masalah atau sekadar mengancam orang di sekitarnya. Nah,
adegan inilah yang ditiru oleh anak-anak, termasuk balita, jelas Arist.
E.
Dokumentasi
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang tertera diatas, maka
saya menyimpulkan bahwa terdapat keterkaitan antara pengaruh dari kegiatan
menonton televisi terhadap perilaku agresif anak. Frekuensi menonton tayangan
kekerasan yang sering akan membuat anak semakin terpacu untuk melakukan
tindakan kekerasan. Dan dapat kita ketahui, anak menjadi korban karena
dibiarkan menyaring sendiri tayangan yang layak disaksikan dan yang tidak dapat
disaksikan. Hal ini terlihat adanya perubahan perilaku baik berupa pengaruh
positif maupun pengaruh negatif.
Kekerasan
memang sulit dipisahkan dari industri hiburan. Sama sulitnya jika harus mencari
siapa yang harus disalahkan terhadap masuknya tayangan kekerasan dalam industri
hiburan. Kita akan terjebak dalam lingkaran setan antara produser, pengelola
TV, sutradara, pengiklan, maupun penonton sendiri. Sementara menangkap setannya
lebih sulit, tindakan yang bisa kita lakukan adalah meminimalkan pengaruh
tersebut, khususnya terhadap anak-anak. Kuncinya, mulai dari lingkungan keluarga.
Istilah
agresif seringkali digunakan secara luas untuk menerangkan sejumlah besar
tingkah laku yang memiliki dasar motivasional yang berbeda-beda dan sama sekali
tidak mempresentasikan agresif atau tidak dapat disebut agresif dalam
pengertian yang sesungguhnya. Dengan penggunaan istilah agresif yang simpang
siur atau tidak konsisten, penguraian tingkah laku khususnya tingkah laku yang
termasuk ke dalam kategori agresif menjadi kabur, dan karenanya menjadi sulit
untuk memahami apa dan bagaimana sesungguhnya yang disebut tingkah laku agresif
atau agresi itu (Koeswara,1988).
Tingkah laku agresi merupakan tingkah laku
pelampiasan dari perasaan frustasi untuk mengatasi perlawanan dengan kuat atau
menghukum orang lain, yang ditujukan untuk melukai pihak lain secara fisik
maupun psikologis pada orang lain yang dapat dilakukan secara fisik maupun
verbal.
SARAN
Saran yang dapat diberikan oleh saya dengan adanya
pembahasan diatas adalah anak harus lebih cermat dalam memilih informasi yang
bermanfaat dan berdampak positif bagi dirinya sendiri. Disarankan agar anak mencari
kegiatan-kegiatan yang lebih bermanfaat untuk mengurangi intensitas menonton
televisi dan harus pintar dalam memilih lingkungan bergaul yang dapat membawa
pengaruh negatif atau positif. Pihak televisi sebaiknya mengontrol tayangannya
agar tidak menampilkan tayangan yang terlalu banyak menampilkan adegan
kekerasan.
Orangtua juga harus lebih teliti melihat tayangan
apa yang anak terima dari acara televisi, anak harus di ajarkan mengenai baik
dan buruknya suatu tayangan televisi yang dia saksikan. Orangtua harus mampu
menjelaskan mengenai sebuah tayangan yang dapat merusak perilaku si anak agar
si anak tidak mencontoh perilaku kekerasan yang dia saksikan dalam tayangan
televisi.
DAFTAR
PUSTAKA
Santrock,
JhonW. 2012. Psikologi Perkembangan
EBOOK
GUNADARMA, Psikologi Sosial 2
kenes.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/.../Materi+05+-+Agresi.pdf
http://www.beritasatu.com/anak-bunuh-diri/42564-kasus-anak-bunuh-diri-akibat-tayangan-tv.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar