PENDAHULUAN
Kepemimpinan
atau leadership adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain
agar bekerjasama sesuai dengan rencana demi tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian kepemimpinan memegang peranan yang
sangat penting dalam manajemen, bahkan dapat dinyatakan, kepemimpinan adalah
inti dari managemen.
Di
dalam kenyataan, tidak semua orang yang menduduki jabatan pemimpin memiliki
kemampuan untuk memimpin atau memiliki ‘kepemimpinan’, sebaliknya banyak orang
yang memiliki bakat kepemimpinan tetapi tidak pernah mendapat kesempatan untuk
menjadi pemimpin dalam arti yang sebenarnya. Sedang pengertian ‘kepala’
menunjukan segi formal dari jabatan pemimpin saja, maksudnya secara
yuridis-formal setiap orang dapat saja diangkat mengepalai sesuatu usaha atau
bagian (berdasarkan surat keputusan atau surat pengangkatan), walaupun belum
tentu orang yang bersangkutan mampu menggerakan mempengaruhi dan membimbing
bawahannya serta (memimpin) memiliki kemampuan melaksanakan tugas-tugas untuk
mencapai tujuan.
1. Defenisi Leadership
”
Kepemimpinan merupakan salah satu
fenomena yang paling
mudah di observasi
tetapi menjadi salah satu
hal yang paling sulit
dipahami” (Richard L. Daft,1999).
Menurut
kelompok kami kepemimpinan atau leadership adalah kemampuan
seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerjasama sesuai dengan
rencana demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan
demikian kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen,
bahkan dapat dinyatakan, kepemimpinan adalah inti dari managemen.
2.
Teori Kepemimpinan Partisipatif
Teori X dan Teori Y adalah teori motivasi manusia diciptakan
dan dikembangkan oleh Douglas McGregor di Sloan School of Management MIT pada
tahun 1960 yang telah digunakan dalam manajemen sumber daya manusia, perilaku
organisasi, komunikasi organisasi dan pengembangan organisasi.
Teori ini diungkapkan oleh Douglas McGregor yang
mengemukakan strategi kepemimpinan efektif dengan menggunakan konsep manajemen
partisipasi. Konsep terkenal dengan menggunakan asumsi-asumsi sifat dasar
manusia. Pemimpin yang menyukai teori X cenderung menyukai gaya kepemimpinan
otoriter dan sebaliknya, seorang pemimpin yang menyukai teori Y lebih menyukai
gaya kepemimpinan demokratik.
Untuk kriteria karyawan yang memiliki tipe teori X adalah
karyawan dengan sifat yang tidak akan bekerja tanpa perintah, sebaliknya
karyawan yang memiliki tipe teori Y akan bekerja dengan sendirinya tanpa
perintah atau pengawasan dari atasannya. Pemimpin yang menyukai
teori X cenderung menyukai gaya kepemimpinan melalui kuasa dan sebaliknya, seorang
pemimpin yang menyukai teori Y lebih menyukai gaya kepemimpinan demokratik.
Sebagai contoh,
karyawan yang memiliki jenisteori X adalah karyawan dengan sifat yang tidak
akan bekerja tanpa perintah, sebaliknyakaryawan yang memiliki jenis teori Y
akan bekerja dengan sendirinya tanpa perintah atau pengawasan dari atasannya.
Jenis Y ini adalah jenis yang sudah menyedari tugas dantanggungjawab
pekerjaannya.Teori perilaku ialah teori yang menjelaskan bahawa suatu perilaku
tertentu dapat membezakan pemimpin dan bukan pemimpin pada setiap manusia.
Menurut Likert pemimpin dapat berhasil jika bergaya
partisipative management. Gaya inimenetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah
jika berorientasi pada bawahan, danmendasarkan pada komunikasi. Selain itu
semua pihak dalam organisasi bawahan maupun pemimpin menerapkan hubungan atau
tata hubungan yang mendukung (supportive relationship). Likert merancang 4
sistem kepemimpinan dalam manajemen:
- Manajer Sistem 1
Dalam sistem ini manajer atau
pemimpin membuat semua keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan dan
memerintahkan bawahan untuk melaksanakannya. Manajer juga menentukan secara
kaku standard metode pelaksanaannya. Manajer sangat otokratis, mempunyai
sedikit kepercayaan kepada bawahannya, suka mengeksploitasi bawahan, dan
bersikap paternalistic. Pemimpin dalam system ini hanya maumemperhatikan
komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilankeputusan
di tingkat atas saja.2.
- Manajer Sistem 2
Manajernya mempunyai kepercayaan
yang terselubung, percaya pada bawahan, memotivasi,memperbolehkan adanya
komunikasi ke atas. Bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang
bertalian dengan tugas pekerjaannya dengan atasannya.
- Manajer Sistem 3.
Manajer mempunyai sedikit
kepercayaan pada bawahan biasanya kalau ia membutuhkaninformasi, ide atau
pendapat bawahan Bawahan disini merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu
yang bertalian dengan tugas pekerjaan bersama atasannya.
- Manajer Sistem 4.
Manajer mempunyai kepercayaan yang
sempurna terhadap bawahannya. Dalam setiap persoalan selalu mengandalkan
untukmendapatkan ide-ide dan pendapat dari bawahan danmempunyai niatan untuk
menggunakan pendapat bawahan secara konstruktif. Bawahanmerasa secara mutlak
mendapat kebebasan untuk membicarakan sesuatu yang bertaliandengan tugasnya
bersama atasannya.
Rensis
Likert dan Stone (dalam Nurdin, 2007) Mengembangkan Empat sistem tersebut
terdiri dari:
- Sistem 1 otoritatif dan eksploitif
Manajer membuat semua keputusan yang
berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya.
Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh manajer.
- Sistem 2 otoritatif dan benevolent
Cirinya masih memberi
perintah-perintah, tetapi bawahan masih mempunyai kebebasan tertentu untuk
mengomentari perintah.
- Sistem 3 konsultatif,
Cirinya menetapkan tujuan dan
memberi perintah umum setelah dibahas bersama.
- Sistem 4 partisipatif,
Cirinya tujuan ditetapkan dan
keputusan dibuat oleh kelompok (system ideal)
c. Theory of Leadership Pattern Choice dari Tannenbaum &
Scmidt
Model Kontinum - Schmidt & Tannenbaum (Continuum Modef
Gaya kepemimpinan pada hakikatnya merupakan tingkah laku pemimpin dalarn
berhubungan dengan bawahan di dalam rangka pengambilan keputusan. Terdapat dua
bidang pengaruh yang ekstrim dalam proses pengambilan keputusan sehingga
menimbulkan kecenderungan berperilaku tertentu.
Perilaku
tersebut bertitik tolak dari dua pandangan dasar:
1.
Berorientasi pada pemimpin ( bidang pengaruh pimpinan)
2.
Berorientasi pada bawahan (bidang pengaruh kebebasan bawahan).
Pada bidang pertama pemimpin menggunakan gaya otoriter dalam
kepemimpinannya, sedangkan pada bidang ke dua pemimpin menunjukkan gaya yang
demokratis. Kedua bidang pengaruh ini dipergunakan dalam hubungannya dalam
pelaksanakan aktivitas pengambilan keputusan yang dilakukan pimpinan. Dari dua
pandangan dasar tersebut selanjutnya dikembangkan tujuh model gaya kepemimpinan
dalam pembuatan keputusan yang dilakukan pemimpin.
Bertolak
dari dua model dasar tersebut dapat dikembangkan 7 gaya kepemimpinan yakni:
1.
Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (teiling)
2.
Pemimpin menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling)
3.
Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan
4.
Pemimpin memberikan keputusan tentatif, dan keputusan masih dapat diubah
5.
Pemimpin memberikan problem dan minta saran pemecahannya pada bawahan
(consulting)
6.
Pemimpin menentukan batasan-batasan dan minta kelompok membuat keputusan
7.
Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas_batas dilentukan (joining).
Menurut
Tannenbaum dan Schmidt dalam pemilihan gaya kepemimpinan yang efekti faktor
yang harus dipertimbangkan oleh seorang pemimpin yaitu:
a. Kekuatan yang ada pimpinan:
meliputi latar belakang pendidikan, latar belakang kehidupan pribadi,
pengetahuan, nilai-nilai hidup yang dihayati, kecerdasan, pengalaman, dan
lainjain.
b. Kekuatan yang ada bawahan:
tingkat kebutuhan bawahan akan tanggung jawab dan kebebasan bertindak dalam
pembuatan keputusan, t
c. Tingkat pengetahuan dan
berpengalaman yang dimiliki bawahan dalam bekerja. Pimpinan cenderung memilih
gaya yang otoriter apabila kondisi kekuatan ada pada pimpinan, sedangkan
apabila kondisi kekuatan ada pada bawahan maka pimpinan akan mengambil gaya
demokratis.
d.Teori kepemimpinan dari konsep Modern Choice Approach to Participation yang
memuat Decicion Tree.
Teori kepeminmpinan Vroom & Yetton adalah jenis teori
kontingensi yang menjelaskan pada hal pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
pemimpin. Teori vroom dan yetton juga di sebut teori normative karena mengarah
pada pemberian suatu rekomendasi tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya di
gunakan dalam situasi tertentu.
Dalam hal ini ada 5 jenis cirri pengambilan keputusan dalam
teori ini :
- Pemimpin mengambil sendiri keputusan berasarkan informasi yang ada padanya saat itu.
- Pemimpin memperoleh informasi dari bawahannya dan mengambil keputusan berdasarkan informasi yang didapat. jadi peran bahawan hanya memberikan informasi, bukan memberikan alternatif.
- Pemimpin memberitahukan masalah yang sedang terjadi kepada bawahan secara pribadi, lalu kemudian memperoleh informasi tanpa mengumpulkan semua bawahannya secara kelompok, setelah itu mengambil keputusan dengan mempertimbangkan/ tidak gagasan dari bawahannya.
- Pemimpin mengumpulkan semua bawahannya secara kelompok, lalu menanyakan gagasan mereka terhadap masalah yang sedang ada, dan mengambil keputusan dengan mempertimbangkan/tidak gagasan bawahannya
- Pemimpin memberitahukan masalah kepada bawahanya secara berkelompok, lalu bersama – sama merundingkan jalan keluarnya, dan mengambil keputusan yang disetujui oleh semua pihak.
e.
Teori Kepemimpinan dari konsep Contingency Theory of Leadership dari Fiedler
Model kepemimpinan kontijensi Fiedler (1964, 1967)
menjelaskan bagaimana situasi menengahi hubungan antara efektivitas
kepemimpinan dengan ukuran ciri yang disebut nilai LPC rekan kerja yang paling
tidak disukai. Teori kontingensi Fiedler menunjukkan hubungan antara orientasi
pemimpin atau gaya dan kinerja kelompok yang berbeda di bawah kondisi
situasional. Teori ini didasarkan pada penentuan orientasi pemimpin (hubungan
atau tugas), unsur-unsur situasi (hubungan pemimpin-anggota, tugas struktur,
dan kekuasaan posisi / jabatan), dan orientasi pemimpin yang ditemukan paling
efektif karena situasi berubah dari rendah sampai sedang untuk kontrol tinggi.
Fiedler menemukan bahwa tugas pemimpin berorientasi lebih efektif dalam situasi
kontrol rendah dan moderat dan hubungan manajer berorientasi lebih efektif
dalamsituasi kontrol moderat.
Menurut interpretasi Fiedler (1978), nilai LPC menunjukkan
hierarki motif seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang LPC nya tinggi terutama
termotivasi untuk memiliki hubungan antar pribadi yang dekat dengan orang lain,
termasuk bawahan, dan akan bertindak dalam cara yang suportif dan perhatian
jika hubungan itu harus diperbaiki. Keberhasilan sasaran tugas merupakan
motifsekunder yang akan menjadi penting hanya jika motif afiliasi telah
dipenuhi oleh hubungan antar pribadi yang dekan dengan bawahan dan rekan
sejawat. Pemimpin yang LPC nya rendah terutama termotivasi oleh keberhasilan
sasaran tugas danakan menekankan perilaku yang berorientasi tugas kapan saja
terhadap permasalahan tugas. Motif sekunder dalam membuat hubungan yang baik
dengan bawahan akan menjadi penting hanya jika kelompok itu memiliki kinerja
baik dan tidak ada permasalahan tugas yang serius.
Ashour (1973) menyebutkan bahwa model LPC benar-benar sebuah
teori karena tidak menjelaskan bagaimana nilai LPC seorang pemimpin dalam
mempengaruhi kinerja kelompok. Kekurangan perilaku pemimpin yang jelas dan
variabel pengganggu membatasi penggunaan model tersebut. Dan saat tidak ada
variabel perilaku, model tersebut tidak memberikan suatu bimbingan untuk
melatih para pemimpin untuk bagaimana beradaptasi dengan situasi.
f.
Teori Kepemimpinan dari Konsep Path Goal
Theory.
Teori path-goal dalam Kepemimpinan Sekarang ini salah satu
pendekatan yang paling diyakini adalah teori pathgoal, teori path-goal adalah
suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang
menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada
inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi. Dasar
dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya
dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya
yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau
organisasi secara keseluruhan. Istilah pathgoal ini datang dari keyakinan bahwa
pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal
sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang
jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat
diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah
sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan
motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian
kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan
penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat
perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive
leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan dengan
pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu
bersifat fleksibel. Teori path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama
mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada
situasi (Robins, 2002).
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas
kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi
efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk
melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Model path-goal menjelaskan bagaimana
seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan
bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang
mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana
sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi
(path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan
memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara
usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan
nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling
efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil
yang bernilai tinggi. Oleh karenanya.
Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
- Fungsi Pertama adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
- Fungsi Kedua adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka. Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan.
Empat
perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut
(Koontz et al dalam Kajanto, 2003)
- Kepemimpinan pengarah (directive leadership) Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan.
- Kepemimpinan pendukung (supportive leadership) Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
- Kepemimpinan partisipatif (participative leadership) Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.
- Kepemimpinan berorientasi prestasi (achievement-oriented leadership) Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut. Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan
kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate
and environmental pressures and demmand (Gibson, 2003).
- Karakteristik Bawahan Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan.
Karakteristik bawahan mencakup tiga
hal, yakni:
a. Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil.
Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward)
yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri.
Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil
yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka.
Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang
participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan
directive
b. Kesediaan untuk Menerima Pengaruh
(Authoritarianism) Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain.
Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya
kepemimpinan yang directive, sedangkan
bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya
kepemimpinan partisipatif.
c. Kemampuan (Abilities) Kemampuan
dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih
berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang
telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi
yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi dorongan dan
mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung
memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang
mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.
- Karakteristik Lingkungan Pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
a. Perilaku tersebut akan memuaskan
kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam
pelaksanaan kerja.
b. Perilaku tersebut merupakan
komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan,
dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan
kerja.
Karakteristik lingkungan terdiri
dari tiga hal, yaitu:
- Struktur Tugas Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
- Wewenang Formal Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan partisipasi bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
- Kelompok Kerja Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportif.
DAFTAR
PUSTAKA
ZakariaZainudin
& Soon Ying Goh. (2006). Memotivasi Pekerja. Selangor: PTS Proffesional
Publishing
Sule,
Ernie Trisnawati, Kurniawan Saefulloh. 2005. Pengantar Manajemen. Jakarta:
Prenada Media Group
Oekarso,
Iskandar Putong. (2015). Kepemimpinan
Kajian Teoritis dan Praktis (Volume 1 dari kepemimpinan Edisi 1). Jakarta:
Erlangga.
Ruky,
S., Achmad. (2002). Sukses Sebagai Manajer Profesional Tanpa Gelar MM atau MBA.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Nurdin,
Didi. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian 2 Ilmu Pendidikan Praktis.
Jakarta: Imperial Bhakti Utama
Yukl.
(2005). Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: Index
Vroom,
H., Victor & Arthur G. Jago. (1974). Leadership and Decision Making.
Journal of Science Institute. Vol 5, 321-335.
FranciscaWinarni.http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/francisca-winarni-dra-msi/modul-kepemimpinan-iv.pdf.
diakses hari minggu pukul 13:50.
Mayowan.2012.http://ymayowan.lecture.ub.ac.id/files/2012/01/makalah-kelompok-7.pdf
.diakses minggu pukul 10:00
Sule,
Ernie Trisnawati, Kurniawan Saefulloh. 2005. Pengantar Manajemen. Jakarta:
Prenada Media Group
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/194505031971091-MUHAMMAD_KOSIM_SIRODJUDIN/DEFINISI_DAN_TEORI_KEPEMIMPINANx.pdf
NAMA : D.PUSPA PANE
KELAS : 3PA08
NPM : 11513976
KEL : BIRU
NAMA : D.PUSPA PANE
KELAS : 3PA08
NPM : 11513976
KEL : BIRU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar